-->

kebijakan dan kecerdasan nabi isa.as

advertise here
Sinar Islami | Ketika diangkat menjadi rasul oleh Allah, Nabi Isa baru berusia 30 tahun. Namun, sebagai nabi, ia sangat bijaksana dan cepat tanggap, meskipun umurnya masih muda. Sebagian diantara kaumnya tidak puas dan selalu berusaha mencari kelemahannya.
Pada suatu hari ada salah seorang dari mereka yang berkata, “Bagaimana mungkin engkau patut menjadi pemimpin kami? Umurmu masih terlalu muda.”
Nabi Isa dengan tenang menjawab,”Tidak, saya sudah cukup tua bila dibandingkan dengan Nabi Ibrahim ketika baru dilahirkan.”
Orang itu terdiam mendongkol. Namun yang lainnya kurang puas. Orang yang kedua ini lantas berkata, “Di zaman kepemimpinan Nabi Zakariya, kehidupan disini sangat tentram, tetapi dimasa kenabianmu sekarang, banyak sekali terjadi kerusuhan.”
Tanpa sikap marah Nabi Isa berkata,”Memang betul, sebab di zaman Nabi Zakariya umatnya seperti saya, sedangkan di masa sekarang umatku seperti engkau semuanya.”
Kedua pembangkang itu pun tidak bisa berbicara lagi. Mereka kehabisan kata untuk membantah kebijakan Nabi Isa.
Pada kesempatan yang berbeda, seorang murid bertanya, ”Apakah yang paling berharga dari manusia?”
“Akal” kata Nabi Isa. “Sebab dengan akal manusia bisa menyejahterakan hidupnya.”
“Kalau tidak ada?” tanya si murid.
“Sahabat yang mau memberi nasihat.”
“Kalau tidak ada?”
“Harta yang halal dan dapat dibanggakan.”
“Kalau tidak ada?”
“Diam.”
“Kalau tidak bisa diam?”
“Mati,” jawab Nabi Isa.
“Sebab, manusia jika tidak punya apa-apa, tetapi tidak bisa diam biasanya mulutnya hanya dipakai untuk mengeluh dan dengki.”
Demikianlah cara Nabi Isa memberikan pengertian kepada para muridnya juga terhadap para sahabatnya yang disebut khawari.
Pernah pada suatu hari Nabi Isa bertanya pada para sahabatnya,”Andai kata kalian melihat salah seorang saudaramu terbuka auratnya ketika tidak sadar, misalnya pada waktu sedang tidur, apakah yang kalian lakukan? Apakah akan kau tutupi aurat saudaramu itu atau akan kau buka sekalian biar telanjang bulat?”
Para sahabatnya menjawab, “Selaku orang yang waras, tentu saja akan kami tutupi supaya auratnya tidak kelihatan lagi. Masak akan kami buka sampai telanjang bulat?”
Nabi Isa lalu berkata, “Begitulah seharusnya sebagai orang-orang yang beradab. Tetapi, mengapa apabila aib saudaramu terbuka, malah sering kali dibeberkan kemana-mana malah ditambah dengan membuka aib-aibnya yang lain? Apakah hal itu tidak berarti sama saja dengan menelanjangi saudaramu sendiri di muka masyarakat? Jika seseorang telah dibentangkan seluruh aibnya di tengah masyarakat, biasanya akan jadi nekat di dalam maksiat serta akan malu untuk kembali dalam masyarakat yang sopan. Karena itu, janganlah suka membongkar aib orang lain apalagi membeberkannya hingga meluas kemana-mana. Orang yang mempunyai aib seharusnya diberi peringatan secara bijaksana agar mau bertobat.”

Sumber: 
-30 Kisah Teladan Oleh K.H. Abdurrahman Arroisi
-Cerita Islami