Sinar islami | Al-Qur’an adalah sumber
kekuatan untuk umat islam, pokok dari semua kekuatan dan kekuasaan,
seperti yang dikatakan oleh Allah dengan indahnya melalui salah satu
firmannya dalam surat Al Hasyir ayat 21, yang artinya:
“Dan andai kata Kami turunkan Alquran
ini diatas gunung, sungguh kau akan lihat gunung itu ketakutan dan
gemetar dari kecutnya kepada Allah.”
Dalam senuah hadisnya Nabi SAW menyampaikan pernyataan tentang betapa pentingnya memegangi Alquran sebagai pedoman hidup:
“Sesungguhnya Alquran ini sebagai
ujungnya di tangan Allah, dan ujung yang lain ditanganmu semua. Maka
berpeganganlah kalian kepadanya.”
Dengan kekuatan Alquran sebesar apapun
dosa manusia akan sirna bagaikan lenyapnya embun ditimpa matahari cerah.
Sehingga kemuliaan Nabi, bahkan kebijaksanaan dan kerahimannya, tunduk
pasrah dibawaah keagungan Allah SWT. Yang didalam Alquran dengan gaum
kasih sayang-Nya yang berkumandang abadi ditegaskan melalui surat Al
Baqarah ayat 22:
“Sungguh Allah mencintai para durjana yang taubat dan Allah mencintai orang-orang yang bersih.”
Ada sebuah riwayat yang dijumpai dalam
zaman Rasullullah yang bercerita tentang agungnya ampunan Allah terhadap
dosa seorang anak muda yang demikian kejinya sehingga Nabi SAW sangat
murka mendengarnya.
Pada suatu ketika Umar bin Khatab datang
kepada Nabi SAW sambil menangis tersedu-sedu. Nabi heran dan bertanya,
“Apa yang menyebabkan engkau menangis, sahabatku?”
Umar menjawab,”Di pintu rumah saya ada
seorang anak muda yang sedang menangis keras. Begitu sedih tangisannya
sehingga hati saya terbakar karenanya.”
“Coba hadapkan dia kepadaku.”
Maka Umar pulang dan membawa anak muda itu menghadap Nabi. Anak muda itu masih tetap menangis dengan sangat sedihnya.
Nabi bertanya, ”Anak muda, masa depanmu masih panjang. Apa sebabnya engakau menangais seperti itu?”
Sambil tertunduk pemuda itu berkata,
“Tangis saya adalh tangisan dosa. Begitu besar dosa saya kepada Tuhan,
dan saya takut akan murka-Nya serta murka utusan-Nya.”
Nabi terdiam. “Apakah engkau menyekutukan Tuhan dengan sesuatu yang lain?” tanyanya kemudian.
“Tidak”
“Apakah engkau membunuh seseorang tanpa hak?”
Pemuda itu menggeleng.
“Kalau demikian Allah akan mengampuni
dosamu meskipun besarnya memenuhi tujuh lapis langit dan tujuh lapis
bumi,” jawab Nabi memberikan harapan.
Pemuda itu tercenung dan berkata, “Dosa saya lebih besar dari tujuh lapis langit dan gunung-gunung yang tinggi.”
“Dosamukah yang lebih besar atau kursi Allah yang suci yang lebih besar?” tanya Nabi.
“Dosa saya lebih besar,” jawab pemuda itu pasti.
“Apakah dosamu juga lebih besar dari arasy Allah?”
“Saya yakin dosa saya jauh lebih besar.” Sahutnya dengan tersedu-sedu.
“Apa dosamu lebih besar juga dari Allah dan kasih sayang-Nya?”
Pemuda itu berpikir sebentar, lantas berkata, “Tentu saja Allah yang lebih besar beserta kasih sayang-Nya.”
“Kalau begitu ceritakanlah dosamu itu,” desak Nabi.
“Saya malu kepadamu, wahai Rasullullah,”jawab si pemuda makin terisak.
“Kenapa mesti malu kepadaku?” Jangan punya perasaan demikian. Ceritakan saja.”
Maka pelan-pelan pemuda itu mengangkat
muka dan berkata, “Wahai kekasih Allah. Sejak umur tujuh tahun pekerjaan
saya membongkar kuburan orang-orang yang baru meninggal dan mencuri
kain kafannya. Pada suatu hari, ada seorang gadis anak salah seorang
sahabat Ansor, meninggal. Begitu selesai dikuburkan dan di pemakaman
sudah sepi, saya bongkar kuburannya, lalu saya lepas kain kafannya. Anak
itu adalah seorang gadis yang sangat cantik dan tampaknya betul-betul
masih perawan. Saya tergoda oleh nafsu birahi yang sesat oleh ajakan
setan. Saya segera kembali ke kuburan itu, dan mayat gadis tersebut saya
setubuhi. Dalam keadaan begitu terdengar seolah-olah gadis itu menjerit
mengoyak jantung saya. “Apakah engkau tidak malu dan tidak takut kepada
pengadilan Allah pada hari ketika hak orang yang teraniaya dituntutkan
atas penganiayaannya? Betapa kejam hatimu membiarkan saya telanjang
bulat ditengah-tengah lingkungan orang-orang mati. Dan kau buat saya
menanggung junub di hadapan Allah, padahal saya sudah dimandikan dan
disembayangkan.” Itulah dosa yang besar itu, ya Rasullullah. Sejak hari
itu, saya menangis terus menerus sampai sekarang.”
Mendengar cerita si pemuda yang amat
keji itu, dengan serta merta Nabi bangkit. Ia sangat marah. Sambil
memalingkan muka dengan jijik ia menghardik, ”Hai, pemuda fasik! Keluar
kamu dari hadapanku. Tidak ada balasan yang setimpal bagimu kecuali
neraka.”
Mendengar pengusiran Nabi tersebut,
pemuda itu keluar terhuyung-huyung seraya meratap. Ia berkeliaran di
tengah-tengah padang pasir, tujuh hari tujuh malam tidak makan tidak
minum, dan sama sekali tidak tidur. Mukanya ditelungkupkan terus
menerus, bersujud di atas pasir, baik pada hari panas maupun tatkala
hawa dingin membekukan padang pasir. Dia menangis kepada Allah sambil
mengadu, “Ya Tuhan, saya adalah seorang hamba yang berdosa dan berslah
besar. Saya telah datang ke pintu rumah utusan-Mu, dengan harapan agar
beliau sudi memberi syafa’at kepada saya di hadapan-Mu kelak. Namun,
begitu mendengar betapa kejinya dosa saya, beliau berpaling dengan muak.
Diusirnya saya mentah-mentah. Kini saya datang menghadap-Mu, Ya Tuhan,
saya mengetuk pintu agar Kau mau mengampuni dosa saya dan menerima tobat
saya. Tidak putus harapan saya itu karena engkaulah Maha Pengasih dan
Maha Penyayang. Andaikata Engkau tidak sudi menurunkan tirai ampunan-Mu,
maka turunkanlah apimu itu di dunia sebelum ia membakar saya di akhirat
nanti.”
Mendengar ratapan pemuda yang bersungguh-sungguh ini Tuhan mengutus malaikat Jibril kepada Rasullullah SAW. Roh ku
Roh kudus menyampaikan salam Allah
kepada Nabi yang dijawab oleh Nabi dengan ucapan, “Huwas salaam, wa
minhus salam wa ilaihi yar’jius salaam. Dialah salam, daripada-Nya
salam, dan kepada-Nya kembalilah salam.”
“Tuhan bertanya kepadamu, hai Muhammad, apakah engkau yang menciptakan hamba-hamba Allah?” kata Malaikat Jibril kemudian.
Nabi kaget dan menjawab, “Bahkan sebaliknya. Tuhanlah yang menciptakan diriku dan menciptakan mereka.”
“Tuhan bertanya lagi, apakah engkau yang berkuasa dan memberi rezeki kepada mereka?”
Nabi makin kaget. ”Sama sekali tidak. Tuhanlah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadaku.”
Malaikat Jibril meneruskan, “Kata Tuhan, apakah engkau yang menerima tobat dan menghapuskan segala kesalahan?”
Nabi menyahut, “Tidak. Allah yang punya kuasa itu.”
Malaikat Jibril lantas menyambung,
“Allah berfirman kepadamu, “Telah Kukirimkan salah seorang hamba-Ku
kepadamu, dipaparkannya dosa-dosanya dengan menyesal, mengapa malah
engkau berpaling begitu menyakitkan? Bagaimana nanti seandainya datang
hamba-hamba-Ku yang lain sambil memikul tumpukan dosa mereka yang
menggunung? Engkau Kuutus agar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Jangan
kau telantarkan harapan hamba-Ku yang tergelincir kakinya karena dosa.”
Mendengar teguran langsung dari Allah
tersebut Nabi menjadi sadar akan kekeliruannya, dan sangat gembira
melihat betapa betul-betul umatnya dikasihi Allah dengan ridha dan
ampunan-Nya. Disuruhnya para sahabat untuk mencari pemuda itu.
Setelah beberapa lama mencarp-cari,
mereka mendapatkan pemuda itu tengah bersujud dalam keadaan yang sangat
menyedihkan. Mereka memberi kabar bahwa dosanya telah diampuni. Lalu
beramai-ramai pemuda itu dihadapkan kepada Nabi.
Waktu itu Nabi telah melaksanakan sholat
maghrib. Para sahabat, termasuk pemuda itu, berbaris makmum
dibelakangnya. Tatkala Nabi sedang membawa surat Attakassur setelah
Alfatihah, tiba pada ayat “hatta zurtumul maqaabir” terdengar jeritan
dari mulut anak muda tadi.
Sesudah selesai sembahyang berjamaah itu
Nabi dan para sahabat mengerumuni pemuda itu. Ternyata dia telah
menghabiskan napas penghabisan, menghadap kehadirat Tuhan Yang Maha
Penyayang.
Maka menurut riwayat tersebut, diterimalah tobat anak muda itu, dan diampuni semua dosanya.
Sumber:
- 30 Kisah Teladan Oleh K.H. Abdurrahman Arroisi
- Cerita islami